Beberapa waktu yang lalu, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tengah disibukkan untuk mengungkap jaringan pembobol ATM dan rekening nasabah bank yang telah merugikan milyaran rupiah. Meskipun beberapa pelaku sudah tertangkap, namun otak pelaku belum berhasil ditangkap dan diduga lari ke Hongkong (Jawapos, 06/02/2010).
Polri sangat serius dalam menangani kasus ini hingga harus bekerja sama dengan Interpol dan AFP (Australian Federal Police) (Jawapos, 07/02/2010) karena diduga jaringan tersebut melibatkan pihak-pihak yang ada di luar negeri, termasuk Australia. Hal ini dapat diketahui melalui pelacakan nomor telepon yang dipergunakan oleh pelaku dalam mengorganisir kejahatan tersebut.
Lemahnya Sistem Keamanan
ATM merupakan solusi teknologi yang memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi nasabah bank dalam bertransaksi. Di samping untuk keperluan menarik uang secara tunai, melalui ATM nasabah bank dapat melakukan pentransferan uang untuk keperluan lainnya. Sungguh kehadiran ATM dapat mengurangi antrian yang begitu panjang di counter-counter bank. Setiap orang yang memiliki kartu ATM tidak perlu repot-repot membawa uang tunai dalam jumlah banyak karena kartu elektronik ini dapat pula berfungsi sebagai alat pembayaran.
Setiap teknologi dapat dipastikan mengandung kelemahan. Begitu juga dengan ATM yang selama ini dipergunakan di Indonesia. Dalam upaya melindungi dari kejahatan yang terjadi di ATM, pihak bank memasang kamera pengintai (CCTV). Pemasangan CCTV ini sesungguhnya merupakan bentuk proteksi dari kejahatan konvensional, seperti pencurian mesin ATM atau penodongan terhadap nasabah yang sedang mengambil uang di ATM. CCTV belum mampu mencegah terjadinya kejahatan dengan menggunakan kecanggihan teknologi informasi seperti proses skimming (penggandaan kartu ATM).
Kelemahan lainnya adalah kartu ATM dapat dipindahtangankan ke orang lain seperti istri, anak, saudara atau pihak-pihak lain yang kita percaya. Asalkan mereka diberi tahu nomor pin kartu ATM kita, maka mereka akan dapat melakukan transaksi menggunakan kartu ATM tersebut. Sistem kartu ATM seperti ini, memberikan peluang terjadinya tindak kejahatan pencurian uang. Artinya, pihak-pihak lain di luar kita, secara illegal dapat menggandakan kartu ATM dan menangkap pin yang kita gunakan melalui teknik-teknik tertentu seperti skimming dan pengintaian pin menggunakan kamera yang dipasang khusus untuk itu.
Setelah berhasil melakukan skimming dan memperoleh pin, penjahat secara leluasa menguras uang nasabah sesuai yang mereka inginkan selama saldo dan limit penarikan memungkinkan. Tentu saja pihak bank akan kesulitan mengusut aliran transaksi illegal seperti itu, kecuali kalau transaksi yang dilakukan dalam bentuk pentransferan ke rekening lain. Jika yang dilakukan adalah pentransferan, maka aliran dana akan mudah dideteksi larinya ke rekening mana sehingga tidak begitu sulit untuk menemukan pelakukanya. Tentu saja penjahat cukup cerdik, mereka lebih memilih melakukan penarikan tunai atau dibuat untuk membayar transaksi tertentu daripada mentransfer ke rekening lain sehingga aparat atau pihak bank kesulitan untuk mendeteksi keberadaannya.
Teknologi Biometrik
Sungguh ironis. Di tengah semakin populernya kartu ATM untuk transaksi bisnis di Indonesia, ternyata sistem keamanan yang dipergunakan sangat lemah. Solusi untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan menggunakan teknologi biometrik. Teknologi ini telah digunakan oleh group perbankan terbesar di Korea Selatan, Woori Bank, untuk melindungi keamanan pemakaian kartu ATM oleh nasabahnya (Biometric Technology Today, September 2004).
Teknologi biometrik dalam ATM bekerja berdasarkan kombinasi kartu ATM, pin dan sidik jari pengguna. Kalau toh penjahat berhasil mencuri ATM dan pin, mereka tidak akan dapat mempergunakannya karena jelas sidik jari yang dimiliki berbeda. Mesin ATM akan menolaknya begitu kombinasi dari kartu ATM, pin atau sidik jari tidak sama.
Apakah sidik jari tidak dapat dicopy seperti halnya kartu ATM? Teknologi biometrik terkini mengharuskan sidik jari asli yang menempel di mesin fingerprint. Dengan demikian, kalau lah penjahat berhasil mengcopy sidik jari nasabah, mereka akan sia-sia karena fingerprint tidak akan memprosesnya.
Menggunakan teknologi biometrik memang menjadikan kartu ATM tidak bisa leluasa dipindahtangankan kepada orang terdekat kita. Kartu ini menjadi benar-benar pribadi. Itulah sebuah pilihan teknologi, mau aman dengan sedikit terkurangi keleluasaannya atau mau benar-benar leluasa, tetapi kerugian mengancam kita.
Konsekuensi Investasi
Dengan mengadopsi teknologi ATM biometrik, tentu akan menambah investasi baru bagi pihak bank. Tetapi demi mengembalikan kepercayaan nasabah terhadap penggunaan ATM dan menjamin keamanan dana milik nasabah, maka investasi untuk ATM biometrik menjadi suatu keharusan. Toh selama ini investasi teknologi ATM juga ditanggung oleh nasabah melalui pemotongan rekening setiap bulan dalam bentuk biaya administrasi. Kartu ATM digunakan atau tidak, nasabah secara otomatis ikut menanggung biaya investasi tersebut.
Sekarang kita tunggu, apakah teknologi biometrik ini akan segera diadopsi oleh perbankan Indonesia atau tidak. Kita berharap teknologi tersebut segera diadopsi kalau tidak ingin popularitas ATM semakin menurun.
Ainur Rofiq
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya,
Kandidat Doktor di University of Southern Queensland (USQ) Australia
dengan topik riset mengenai trust dan fraud dalam praktik e-commerce di Indonesia